Satu-satunya prinsip yang saya pegang ketika berkendara di jalan adalah “utamakan keselamatan”. Keselamatan saya, keselamatan orang lain.
Bagaimana dengan rambu-rambu? Tidak semua saya patuhi. Akal sehat lebih saya kedepankan. Seperti pada tengah malam seperti ini. Umumnya persimpangan jalan sudah sepi. Jika aman, lampu merah saya terabas.
Jika ditangkap polisi? Ya pasrah saja. Terima tilangnya. Tak usah mendebat, “Mestinya, tengah malam seperti ini lampu pengatur lalu lintas dimatikan. Toh tidak sepadat siang.” Tidak. Polisi di lapangan jangan didebat. Percuma. Debat pemimpinnya! Bahwa tak semua peraturan benar.
Ya, tak semua peraturan benar. Banyak peraturan yang keliru. Karena tidak kritis, orang tak tahu peraturan itu keliru. Terjadilah rebutan antarmereka yang sama-sama merasa benar; benar atas sesuatu yang keliru.
Begitu pun dalam khasanah penulisan. Saya aliran pelatih menulis yang membebaskan penulis untuk mengabaikan peraturan, lebih-lebih aturan yang justru membelenggu kreativitas. Prinsip saya, “Utamakan ketersampaian pesan!” Bukankah ukuran keberhasilan tulisan adalah keberterimaan pembaca?
Bukan. Bukan saya anti aturan. Taati aturan. Sekaligus, selalu kritisi aturan. Ini keunikan menulis: secara penulisan harus taat pada tata bahasa (kalau ngawur bakal tidak dipahami pembaca), bahkan logis, sedangkan secara pengungkapan harus kreatif dan imajinatif.
Ini pendapat saya. Jangan patuhi begitu saja. Ini bukan peraturan!
Bali, 7 Mei 2017
@AAKuntoA
CoachWriter
www.aakuntoa.com
www.solusiide.com
www.dokudoku.id
bit.ly/kunto3i
#7stepsofwritingcoaching #selfiewritingforauthenticpersonalbranding #selfie#selfiewriting #personalbranding #writingtraining #writingcoaching#coachwriter #aakuntoa