Saat jadi presiden nanti, bagaimana pun Jokowi akan selalu dikawal Paspampres. Tak sebebas dulu.
Latah, saya ikut bikin surat terbuka. Latah, surat ini tak saya kirimkan ke alamat tujuan namun langsung saya buka. Latah, mengirim tanpa benar-benar mengirim. Dan, latah, berharap kiriman yang tak pernah dikirim akan sampai tujuan.
Tak mengapa latah. Toh, sebagai penulis, saya jadi punya ide untuk turut menulis. Menulis surat terbuka. Surat terbuka jadi ide menulis. Temanya “surat terbuka”. Bentuknya “surat terbuka”.
Bukan kepada presiden. Bukan apa-apa. Sudah banyak yang menulis begitu. Jadi mesti kirim ke orang lain. Supaya beda. Supaya dibaca. Dibaca siapa? Ya entah, namanya juga surat terbuka.
Namun, untuk gaya-gaya, saya menulis surat ini untuk mereka yang mungkin anda juga menaruh perhatian kepada mereka: Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden). Mungkin. Atau, setidaknya, dengan surat ini saya yakinkan anda untuk mulai menaruh perhatian pada mereka.
Mas Paspampres yang terhormat (iya, standar wajib ketemu Paspampres ya salam hormat)
Mohon izin menghadap…
Joko Widodo sudah terpilih jadi presiden periode 2014-2019. KPU menetapkannya Selasa Paing, 22 Juli kemarin. Senin Pahing, 20 Oktober nanti dia dilantik jadi Presiden Republik Indonesia. Sejak hari itu, sampeyan yang bertugas mengamankannya. Kalau sekarang dia masih dikawal Brimob, pasukan elit polisi, sebagai calon presiden.
Saya percaya sampeyan sudah bersiap menyambut datangnya Presiden Jokowi di Istana Negara. Sampeyan pasti juga sudah punya gambaran bagaimana mengawal mantan Walikota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta ini. Sudah biasa kan mengawal presiden?
Tentang celetukan orang bahwa Presiden Jokowi ada kemiripan Presiden Gus Dur tentu sampeyan juga sudah dengar. Celetukan itu bilang, kedua presiden ini punya kesamaan yang merepotkan: nggak suka diatur-atur. Bahasa sulitnya: anti protokoler. Mereka mau lakukan apa yang mereka mau lakukan, bukan apa yang Paspampres bolehkan. “Lho, yang jadi presiden saya apa sampeyan?” begitu kira-kira pertanyaan retoris kedua presiden saat dihadapkan pada protap (prosedur tetap).
Ah, saya jadi membayangkan, setiap mengikuti perjalanan Presiden Jokowi nanti, sampeyan akan menyiapkan “skenario A” sesuai aturan, “skenario B” jika ada perubahan, “skenario C” jika ada gangguan, “skenario D” jika ada pembatalan, “skenario E” jika tiba-tiba mau blusukan, … “skenario Z” jika sampeyan gagal lalu dipecat.Tentang ini sampeyan bisa belajar dari Swiss Guard, mas-mas muda pengawal Paus Fransiskus—paus yang emoh diatur-atur.
Mas Paspampres,
Sebagai pasukan pengamanan yang gagah dan wangi, saran saya, tak usah pakai parfum wangi-wangi lagi. Presiden saja suka pakai minyak kayu putih kok. Lebih baik sampeyan juga ikut pakai minyak kayu putih. Cara pakainya ditutul-tutulkan, lalu dioles-oles, bukan disemprot. Baunya nyegrak, bukan membuai. Dengan ikut memakai minyak kayu putih, setidaknya sampeyan mulai berbela rasa kepada presiden, rakyat, dan diri sendiri. Kepada presiden, jelas, dia atasan sekaligus panglima tertinggi sampeyan. Kepada rakyat, juga jelas, banyak yang pakai minyak kayu putih seperti yang dipakai presiden. Kepada diri sendiri, lebih jelas, sampeyan kan juga rakyat kebanyakan yang sedang menjalankan tugas tertentu.
Ya, pakai minyak kayu putih saja. Hemat. Murah. Kalau habis bisa beli di mana pun. Khasiat minyak kayu putih sudah terbukti mujarab. Siap-siap, ancaman nyata saat mendampingi Jokowi blusukan bukan terorisme melainkan masuk angin. Malu kan kalau Mas Paspampres masuk angin…
Eh, tapi omong-omong sebaiknya sampeyan juga perlu memasukkan “masuk angin” ke dalam daftar jenis penanganan VIP. Mungkin belum ada. Berlatih ya, kalau presiden sampeyan masuk angin, nggak usah grudak-gruduk cari dokter kepresidenan. Bisa salah tingkah mereka. Lebih baik rogoh saku celana. Ambil uang receh, oleskan minyak kayu putih di tengkuk presiden, lalu kerik-kerik sampai presiden berdahak. Kerokan, itu saja, akan memulihkan kebugarannya. Oh ya, sampeyan bisa melakukan sendiri (self-kerokan) jika gejala meriang menghampiri.
Oh ya Mas Paspampres,
Jalin komunikasi dengan netizen. Peran etnis baru di Indonesia ini sangat besar dalam perjalanan karir politik Jokowi. Juga dalam perjalanan berbangsa sedekade ini. Lihat bagaimana kerelawanan “rakyat dunia maya” ini begitu massif dan efektif. Massif bisa dilihat dari gulungan partisipasi yang kian membludak. Efektif, bagaimana pergerakan isu bisa dikontrol lewat satu tombol pesan. Teranyar masih ingat kan ketika Jokowi memerintahkan pendukungnya untuk berdiam saja di rumah menyaksikan pengumuman penetapan presiden terpilih lewat televisi, pegiat media sosial langsung meneruskan perintah ini. Sedemikian efektif, jalanan jadi sepi menanti terpilihnya presiden baru. Sampeyan sendiri mungkin juga sedang di rumah presiden sekarang yang sedang nonton televisi menyaksikan pengumuman penggantinya.
Dengan cara baru seperti itu, sosok sampeyan juga bakal dianggap ramah oleh netizen. Yang anda perlukan hanya membangun #tagar, bukan #pagar. Dengan #tagar, sampeyan tidak akan akan sendirian menjadi #pagar presiden, sebab rakyat dan netizenlah yang akan menyatu dengan anda jadi #pagar presiden. Jadi asyik kan kerja sampeyan dikawal rakyat. Judulnya “Paspampres Dikawal Rakyatpampres”.
Sosok sampeyan yang jauh dari kesan sangar dan angker seperti selama ini pun bakal lebih memudahkan dalam bekerja. Jika selama ini, demi keamanan fisik presiden, sampeyan selalu menelanjangi siapa pun yang akan bertemu presiden lewat metal detector: meraba-raba tubuh, menebak-nebak isi kantong celana, membongkar isi tas, dan menakar potensi kemakaran orang, saatnya sampeyan berbenah.
Mas Paspampres,
Sesuai dengan slogan presiden baru “revolusi mental”, maka sampeyan perlu unduh cara baru dalam mendeteksi apa pun dengan mental detector. Hmmm, sekelas pasukan seperti sampeyan sejatinya sudah punya. Nah, sekarang, nyalakan tombolnya. Sampeyan kan bisa mendeteksi orang hanya dari pandangan mata, gerak tangan, cara melangkah, frekuensi pernapasan, dan intonasi suaranya. Ya sudah, optimalkan itu saja. Ribet kalau setiap orang diperiksa.
Juga, kalau presiden mau kunjungan ke suatu tempat, ubahlah cara “sterilisasi area” dengan lebih menyenangkan. Keseriusan dalam memastikan “kebersihan” lokasi bisa dihasilkan tanpa menempatkan rakyat di sekitar lokasi sebagai ancaman yang perlu digeledah dan dilucuti. Rakyat bukan orang lain, bukan pula musuh presiden. Rakyat kita “wonge dewe”, orang kita sendiri. Maka, jadilah Paspampres yang manusiawi. Ya, manusiawi, manusia ketemu manusia.
Rakyat mengawal. Jangan lupa. Rakyat mengawal presiden yang sampeyan kawal. Jadi, pengawalnya banyak ya. Bareng-bareng kita mengawal presiden. Jadi, kalau ada rakyat mau dekat dengan presidennya, itu sama halnya sampeyan mau dekat dengan subjek pengawalan sampeyan. Mudahkan saja, kan sama-sama pengawal. Bedanya, sampeyan pake safari, potong plonthos, sepatu kinclong, kantongi pistol, rakyat tak pakai itu.
Terakhir Mas Paspampres,
Presiden kita kali ini datang dari rakyat kebanyakan, didukung oleh rakyat kebanyakan. Biarlah ia menjadi presiden rakyat yang tetap merakyat untuk rakyat. Jadilah sampeyan pengawal rakyat sehingga niscaya rakyat akan mengawal sampeyan.
Hormat grak,
@AAKuntoA | aakuntoa@solusiide.com
Sumber foto dari sini.
Incoming search terms:
- alamat presiden jokowi
- paspampres ribut polri
- cara mengirim surat ke presiden
- alamat kantor presiden jokowi
- cara mengirim surat ke presiden jokowi
- Cara kirim surat ke jokowi
- cara mengirim surat kepada presiden
- alamat surat presiden jokowi
- cara kirim surat ke presiden jokowi
- cara mengirim surat untuk presiden