Blog

Siap UN

UN semakin di pelupuk mata. Mata berkaca-kaca dibuatnya. Bagaimana mengusapnya?

Dua hari ini saya berbicara di depan 400-an siswa SMK 1 Sedayu, Bantul. Mereka dikumpulkan dalam acara AMT (Achievement Motivation Training) sebagai persiapan menghadapi UN (Ujian Nasional) pada 14-16 April 2014.

Di negeri ini, UN sedemikian hebohnya. Seperti hajatan besar, semua perhatian mengarah ke sana. Tak hanya siswa yang tersedot perhatiannya. Guru, orangtua siswa, bahkan masyarakat umum pun turut nimbrung dalam ingar-bingar perbincangannya. Juga saya—lewat tulisan ini setidaknya.

Tahun 2014 ini saja yang berbeda. Gunjingan seputar UN terasa tak begitu bergemuruh. Rasanya begitu. Ya, karena dalam waktu bersamaan, bangsa ini sedang punya perhelatan akbar bernama Pemilu (pemilihan umum), baik untuk memilih calon anggota legislatif maupun calon presiden.

Untung Mumpung

Saat ini sedang beredar buku Pemimpin Berkaki Rakyat karya Ibnu Subiyanto (Galangpress, 2014). Bersampul merah darah, buku bersubjudul Membangun Partai Berbasis Kader tersebut memajang besar-besar foto Jokowi di sampulnya.

Sepintas, orang bisa menyangka bahwa buku itu merupakan biografi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Wajar saja, tampilan penyuka baju putih lengan panjang digulung itu begitu mencolok. Kalau pun bukan biografi, orang setidaknya menduga bahwa isi buku tersebut mengupas tentang sepak terjang Jokowi dalam aktivitas sebagaimana disinggung dalam judul.

Saya, sebagaimana sebagian dari anda, memilih di luar keduanya. Lewat tanda-tanda tidak adanya tulisan “biografi” atau subjudul “belajar dari Jokowi”, misalnya, saya yakin buku ini memang tidak terutama menampilkan sosok Jokowi. Lebih spesifik lagi, buku ini pasti bukan diterbitkan secara khusus sepersetujuan Jokowi. Foto Jokowi, dan cerita tentang pemikiran Jokowi di beberapa bagian di dalam buku, hanyalah strategi penulisan untuk memikat calon pembaca.

Editor NLP

Setiap orang bisa menjadi editor. Namun, tidak setiap editor bisa memahamkan pesan pada setiap orang secara tepat.

Suatu siang, di tengah-tengah rehat kelas pembelajaran licensed practitioner of NLP (Neuro-Linguistic Programming), Mas Ronny F. Ronodirjo, sang trainer, mengutarakan keinginan agar tulisan yang akan ia terbitkan menjadi buku disunting oleh editor yang paham NLP. Saat anda membaca akhir dari kalimat awal di depan, terlintas di benak anda bahwa ada editor yang paham NLP, sekaligus anda mulai tahu bahwa ada editor yang tidak paham NLP.

“Saya kecewa dengan penerbitan buku saya sebelumnya. Editornya tidak paham NLP. Saya butuh editor yang paham NLP,” ungkap Mas Ronny, Master Trainer NLP dari Richard Bandler, Amerika Serikat. Sambil dalam hati memahami kegusarannya, saat ia menatap mata saya, saya tahu siapa yang ia maksudkan sebagai editor yang paham NLP itu. Saat membaca tulisan ini, Mas Ronny sudah tahu kepada editor siapa naskah bukunya ia percayakan untuk disunting sesempurna penyajian NLP.