Blog

Jam Alam

Berlatar Jam Gadang di Bukittinggi, Sumatera Barat

Berlatar Jam Gadang di Bukittinggi, Sumatera Barat

Jika ada arloji yang memberi saya waktu lebih dari 24 jam sehari, saya akan membelinya. Berapa pun harganya.

Bukan saya yang mengucapkan kalimat itu. Seorang guru-sahabat yang mengucapkannya di tahun 2003. Saya ingat persis waktu itu, intonasi bicaranya, hingga posisi duduknya. Di kantornya di kompleks perkantoran Red Top, Pecenongan, Jakarta, peristiwanya. Suatu siang. Saya bekerja sebagai wartawan, guru-sahabat itu narasumber saya.

Anton Thedy nama guru-sahabat itu. Saya memanggilnya Pak Anton. Usia kami terpaut dua dekade kira-kira. Sampai hari ini kami masih berkomunikasi. Tak seintensif dulu memang, namun setidaknya saling menyapa di jejaring sosial twitter.

Pak Anton pemilik TX Travel, jaringan agen perjalanan (travel agent) berwaralaba pertama di Indonesia. Hobi dan pekerjaannya sama: jalan-jalan. Setahun belakangan saja ia berjalan-jalan di tanah air, menelusuri berbagai daerah di Indonesia dan menjadikannya sebagai destinasi wisata untuk turis lokal. Ia memang sedang gencar membangun kebanggaan bangsa ini untuk mencintai potensi negerinya sendiri. Sebelum ini, Pak Anton banyak berkelana ke luar negeri membawa rombongan wisatawan dari Indonesia. Tentangnya silakan follow @AntonThedy.

Suara Hati

Tak mudah menjatuhkan pilihan. Apalagi jika pertimbangannya ideologi.

Pagi ini saya memutuskan untuk menggunakan hak politik sebagai warga negara: mencoblos. Ini Pemilu legislatif ke sekian yang saya ikuti, setelah pernah golput-idelogis di penghujung pemerintahan Orde Baru. Sama, pada pemilu kali ini pun sejatinya saya juga dirundung kegalauan. Tak mudah menusukkan pilihan yang sesuai.

Sampai dengan pagi ini, saya masih menimbang-nimbang. Hati saya belum sinkron dengan nalar. Panggilan dan penolakan hinggap seiring. Baru satu calon legislator (caleg) yang saya kantongi namanya. Kepadanya saya beri mandat mewakili rakyat di DPR RI. Sudah teruji kiprah politiknya. Saya sudah merekam  sepak terjangnya di berbagai bidang. Saya mendengarkan sungguh-sungguh penilaian teman-teman tentang sosok ini. Saya pun menyimak betul pemikiran yang ia tulis dalam kampanye berupa poster artikel. Saya mendengarkan bisikan hati untuk menitipkan kepercayaan padanya.