Blog

Pengakuan Pertama

Dalam beberapa kali tulisan, saya menyampaikan betapa penting sebuah bisnis dibangun dengan cerita. Cerita dianggap lebih efektif dalam menyampaikan pesan tentang bisnis, baik ke internal maupun eksternal.

Dalam NLP (neuro-linguistic programming), cerita dipercaya mampu membangun kepercayaan pendengar lewat serapan pikiran bawah sadar. Lewat cerita, pesan-pesan khusus suatu bisnis disampaikan secara tepat namun lembut. Pesan-pesan penting bisa diselipkan di tengah-tengah cerita di saat pendengar sedang sangat menikmati sambil mengizinkan pikiran kritisnya istirahat.

Minggu ini kita sudah memasuki tahun baru. Lazimnya, tahun baru ditandai dengan semangat dan strategi baru. Dalam hal ini, tahun baru perlu dibuka dengan cerita baru. Ini penting supaya pelanggan kita lebih percaya akan langkah yang akan kita tempuh di waktu yang akan datang. Penyampaian cerita secara terbuka membuka pula harapan akan keterbukaan bisnis yang kita jalankan.

Setidaknya, ada tiga langkah dalam menyusun cerita bisnis supaya kesan pertama sungguh menancap di benak pelanggan. Ketiganya sudah diuji oleh Paul Smith dalam buku apiknya Lead with A Story; memimpin dengan sebuah cerita.

Panenan Savana: Buah Umpan Cucu

Bersama Jeremias Male, mantan Kepala Desa Weeluri, Sumba Tengah

Bersama Jeremias Male, mantan Kepala Desa Weeluri, Sumba Tengah

Perjumpaan dengan Jeremias Male mengoreksi kekaguman saya pada padang rumput savana di Sumba. Semula saya memujanya sebagai taburan keajaiban alam. Perlu pendobrak seperti Male.

Di rumahnya yang asri di Desa Weeluri, Kecamatan Mamboro, Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pagi itu, Male menyingkap rahasia tentang savana. Disuguhi kopi hitam, saya taklim mendengarkan.

Dikisahkan, sambil menunjuk ke bukit di seberang jalan depan rumah, 30 tahun lalu kampungnya masih dikelilingi savana. Padang rumput itu menghijau di punggung dan kaki bukit. Kuda-kuda berkawanan mencabik-cabik rumput menyantapnya. Gemuk-gemuk mereka.

Pemilik kuda tak perlu menjaganya. Cukup menunggu di rumah, kala senja kuda itu tahu diri pulang. Bukan ke kandang tapi ke pekarangan. Kuda tak perlu dikandangkan karena kuda tak akan lari. Mereka seolah tahu kepada tuan mana mengabdi. Mereka juga tahu, pada saatnya mereka akan jadi belis (semacam mahar) untuk meminang gadis pujaan anak tuan. Atau mereka akan disembelih, bersama kerbau, sapi, dan babi, dalam pesta adat Marapu yang mereka junjung tinggi.