Blog

Kenalkan Profesi Jurnalis Sejak Dini

Delapan anak kelas lima dan enam SD Kanisius Kadirojo, Kalasan, Yogyakarta tersebut duduk manis di atas karpet merah di Perpustakaan Theresia, Jumat (16/10) pagi kemarin. Mereka antusias menyambut kelas jurnalistik yang akan saya bawakan.

Gita, Indah, Karis, Uno, Satria, Randy, Hensel, dan Gesang pun berkenalan secara unik. Mereka sebut nama dan kelas. Semua sudah tahu tentang itu. Begitu Gita bercerita tentang hobinya memasak dan merias wajah, tertegunlah teman lain. Mereka baru tahu. Begitu Satria memeragakan gaya dada dan katak, baru tahulah jika teman satu ini hobi berenang.

Ini kelas yang diselenggarakan oleh paguyuban wartawan Jogja “Wakijo” di sekolah-sekolah yang siswanya memerlukan pengetahuan dan kecakapan khusus seputar jurnalistik, menulis, dan public speaking. Kelas pro-bono ini kami dedikasikan untuk mengenalkan profesi kami secara dini kepada anak-anak.

Rahasia Menulis Buku Laris

Sebelum belajar tentang bisnis, dan bekerja sebagai jurnalis di sebuah majalah pemasaran nasional, saya tidak tahu mengapa ketika menulis harus berorientasi pada pembaca. Dulu saya berpikir yang penting dalam menulis hanyalah sekadar menuangkan ide sebebas-bebasnya. Yang penting menulis.

Sebelum saya dipercaya sebagai pemimpin redaksi sebuah penerbit nasional, yang salah satu tanggung jawab jawab saya adalah memastikan buku yang kami produksi laris di toko buku, saya juga baru tahu bahwa menulis dan menerbitkan buku sekadar fokus pada kualitas isi. Dulu saya tidak paham apa arti penting daya tarik judul, desain sampul, visual isi, ukuran buku, dan harga jual.

Pun sebelum saya belajar NLP (Neuro-Linguistic Programming) dan coaching, saya mengajar menulis di kelas-kelas pelatihan dengan cara-cara yang saya pelajari dan kuasai. Saya memaksa peserta mengikuti metode saya. Baik mengajar untuk penulis, editor, dosen, guru, pelajar, maupun untuk anak-anak, saya mengajar dengan materi yang sama.

Urung Beriklan

[repost tulisan saya grup tertutup FB INDONESIA SERVICE & SALES EXCELLENCE CLUB]

Meskipun tahu di grup ini boleh mengiklankan buku karya sendiri, dan Coach Tjia Irawan sudah pula mengibarkan bendera hijau, namun entah kenapa saya tidak bersegera mengunggah iklan tentang buku tersebut.

Sejak buku “7 Steps of Writing Coaching” saya luncurkan awal September lalu, dengan hanya menampilkan sampul buku di beranda FB, WA, dan BBM, silih berganti teman-teman menghubungi saya. Mereka berminat membeli buku saya.

Tidak semua permintaan saya penuhi. Duh, saya malah praktik “pelayanan tidak prima”. Selain karena buku hanya saya cetak terbatas, saya juga hanya mau buku ini dibeli dan dibaca teman-teman yang sungguh-sungguh mau menulis buku.