Blog

Simpati Pelanggan Indosat untuk Telkomsel: Esok Ada Mentari…

Wujud protes peretas nggak usah saya tampilin ya...

Wujud protes peretas nggak usah saya tampilin ya…

Situs resmi Telkomsel diretas! Si peretas protes atas tarif kuota internet provider ini yang mahal. Tuntutannya sederhana: turunkan harga.

Saya bukan pengguna Telkomsel. Sesekali memakainya iya, terutama ketika ada pekerjaan ke daerah-daerah. Selain minum klorokuin supaya tercegah dari malaria, kartu perdana Telkomsel wajib saya selipkan di dompet. Minimal pulsa cukup untuk telepon dan sms seminggu. Jika beruntung paket datanya terpakai—karena pernah pula blank sinyal.

Jangkauan Telkomsel paling luas. Itu janjinya. Dan saya sudah membuktikan. Ke mana pun saya pergi ada sinyal Telkomsel—kecuali tidak.

Bunga Ahok, Dongeng Masyarakat Cengeng

Ahok-Djarot: leadership with heart (foto: liputan6.com)

Ahok-Djarot: leadership with heart (foto: liputan6.com)

Cengeng sekali mereka. Menangis di teras balaikota. Memenuhi halaman balaikota dengan bunga bernada duka dan nestapa. Sebenarnya mau mereka apa?

Sebentar. Saya jelaskan setelah yang berikut ini:

Saya meneteskan air mata. Terharu. Kata-kata yang tertulis di karangan bunga itu amat menyentuh, alih-alih menggugat. Ada yang mengucapkan terima kasih. Ada yang mengungkapkan cinta. Ada yang memberikan semangat. Ada yang merasa kehilangan.

Ada yang berapi-api. Ada yang puitis. Sungguh berbeda dengan kebanyakan ucapan di karangan bunga.

Usah Lebay, Pilkada DKI Jakarta Sudah Usai

Pertunjukan sudah usai

Pertunjukan sudah usai

Nggak usah terkejut. Hasil Pilkada DKI Jakarta itu biasa banget. Lha di mana-mana kan pemilihan selalu menghasilkan pemenang dan menjungkalkan yang kalah.

Jakarta akan tetap baik-baik saja. Sekaligus Jakarta akan tetap tak baik-baik saja. Siapa pun gubernurnya, Jakarta tetaplah Jakarta. Ini kota pemenang dan pecundang sekaligus. Ini kota pemenang bisa berbalik menjadi pecundang atau pecundang sekonyong-konyong jadi pemenang.

Sesederhana Thamrin yang tiba-tiba macet, dan tiba-tiba meloloskan barisan orang penting dikawal patroli. Jakarta akan tetap menyenangkan bagi mereka yang kalah. Mereka tak akan beringsut dari kota ini.

Tentang Lomba yang Dihentikan

Tertawa dan Lomba Debat

Selamat merayakan hidup!

Menteri pendidikan negara yang baru menandatangani lembar keputusan: hentikan lomba itu, sekarang! Terhuyung-huyung, para punggawa bawahan tanpa sempat bertanya menjawab: siap, laksanakan!

Bukan mengada-ada keputusan itu diambil. Saat lomba itu dilangsungkan, ia repot bukan kepalang. Selepas mengalungkan medali emas kepada pemenang, ia mesti bergegas ke sekolah asal pemenang. Di pintu gerbang sekolah itu, ia menyampaikan sambutan selamat datang kepada ribuan siswa baru.

Lho, di tengah tahun pelajaran boleh menerima siswa baru? “Sebenarnya tidak boleh. Apalagi jumlah besar. Tapi bagaimana lagi, ini konsekuensi pemenang, harus mau menerima seluruh siswa dari sekolah lain yang kalah dalam pertandingan,” sanggah sang kepala sekolah sambil mengurut tangannya yang pegal karena menerima cium tangan dari siswa yang masuk sekolah pagi itu.

Tombol Asosiasi, Menyeberang Jadi Orang Lain

Pelan, sudah menikmati hidup

Pelan, sudah menikmati hidup

Lambat, laju motor di depan saya. Sudah lambat, di tengah pula. Mau didului nanti ke kanan. Mau diserobot nanti menepi ke kiri. Mau diikuti nanti tiba-tiba berhenti.

Klakson? Tidak. Sebagaimana pengemudi motor itu, saya pun tak buru-buru. Tak perlu menghardiknya dengan klakson yang memekak, yang belum tentu membuatnya bergegas.

Sesampai di jalan raya di luar kompleks, pengemudi itu menghentikan motornya. Lampu sein kanan menyala. Ia toleh kanan-kiri hendak menyeberang. Tak kunjung sepi, tak kunjung pula ia maju.