Blog

Negara Tetap Harus Adil Terhadap Warga Negara yang Tidak Mau Berdigital

Ki-ka: Kani Raras, Anton Birowo, dan AA Kunto A

Ki-ka: Kani Raras, Anton Birowo, dan AA Kunto A

Digitalisasi sudah jadi ungkapan generik. Namun ada jebakan: bikin picik. Tetap kritis itu lebih baik.

Tempo hari saya diundang Seto Prayogi untuk berbicara di Bincang Tular Nalar #1. Bersama saya turut diundang Mas Mario Anton Birowo, pengajar ilmu komunikasi di Fisip UAJY. Ia juga sekaligus menjadi tuan rumah karena acara luring kami diadakan di selasar kampusnya di Babarsari, Yogyakarta.

Avatar, Pelarian Orang yang Nggak Mampu

Dengan avatar saja cukupkah menceritakan siapa dirimu?

Dengan avatar saja cukupkah menceritakan siapa dirimu?

Judul “sengak” ini sengaja kupilih untuk mengimbangi “hari avatar” yang tiba-tiba menghiasi dinding fesbuk sejak satu-dua hari kemarin. Jika kamu nggak mampu, boleh kamu sudahi baca tulisan ini. Jika kamu mampu, tahan dan cerna sampai selesai.

Kumulai cerita dari sini:

Kamu yang pernah menjalani wawancara kerja pernah dapat pertanyaan ini, “Ceritakan siapa dirimu.” Lisan. Langsung di depan pewawancara.

Undur Diri, Vikjen Keuskupan Sibolga Pindah Jogja

Undur Diri, Romo Doni Studi Perbandingan Agama

Undur Diri, Romo Doni Studi Perbandingan Agama

Ada dua alternatif judul saya buat untuk tulisan pendek saya di bawah. Saat saya sodorkan di grup WA alumni pelatihan, beragam tanggapan mengemuka. Ada yang pilih judul 1 karena bikin penasaran pembaca, ada yang pilih judul 2 supaya tidak menimbulkan kesan negatif pada pembaca.

Terjadilah diskusi, seperti anda nanti boleh pula sampaikan di kolom komentar tentang judul yang menarik, terutama jika tulisan seperti ini diunggah di media digital:

Judul 1: Undur Diri, Vikjen Keuskupan Sibolga Pindah Jogja

Judul 2: Studi di UIN Sunan Kalijaga, Romo Doni Lepaskan Jabatan Vikjen Keuskupan Sibolga

Tanpa Rokok: Bincang Bisnis Media

Ngopi bareng Fauzan Marassabesy

Ngopi bareng Fauzan Marassabesy

Sama-sama tinggal di Bali, sama-sama sering dapat tugas ke luar Bali. Maka, selagi tak ke mana-mana, berharga sekali perjumpaan seperti ini.

Ada banyak kesamaan cerita yang menautkan kami. Kami sama-sama pekerja media massa. Oh, lebih tepatnya, saya pernah, Mas Oezanee Marssy (Fauzan Marasabessy) masih aktif. Saya di redaksi, Mas Fauzan di bisnis. Ia sekarang Direktur Tribun Bali & Pos Kupang Kompas Gramedia.

Tanggalkan Gelar Jika Tak Mampu Menulis Benar

Benar, gelar dan jabatan tak selalu mencerminkan isi kepala—apalagi isi hati.

Lebih dari setahun saya mengampu redaksi sebuah koran. Sesebentar itu pula saya menyiapkan portalnya. Sekaligus, ya menyelamatkan edisi cetak—yang sudah “senjakala” menurut seorang redaktur koran ibu kota—ya mengibarkan medium barunya.

Secara khusus, selain menjadi pemimpin redaksi, saya mengasuh rubrik inspirasi. Rubrik ini berisi esai-esai para penulis dengan semangat menggugah sesuatu, mencerahkan, dan oleh karenanya disajikan ringan. Beberapa bulan belakangan, karena redaktur pengampunya pensiun, saya didapuk menggantikan mengelola rubrik opini di halaman dalam. Oh ya, karena semangatnya, rubrik inspirasi ditampilkan di halaman depan, di atas berita utama.

Tanggalkan gelar jika tak mampu menulis benarSebelum ini saya adalah penulis opini di media massa. Saat menulis, dan mengirimkan ke redaksi media massa, yang ada dalam benak saya adalah selera redakturnya. Maka penting bagi saya mengenali redaktur media massa demi memastikan tulisan saya dimuat. Mengenali berarti memahami topik apa yang paling besar peluangnya dimuat, gaya bahasa seperti apa yang disukai, serta pantangan apa yang diemohi.