Blog

Kisah Rajawali, Bangkit dan Berdamai dengan Trauma

Kisah penyintas Covid-19: kajian autoetnografisKisah penyintas Covid-19: kajian autoetnografis

Berapa lebar batas hidup dan mati? Berapa tebal batas pengharapan dan kepasrahan? Berapa luas batas amarah dan pengampunan?

Kini saya tahu jawabannya: xxvi+224 halaman buku “Memoar Covid-19″ karya Izak Y. M. Lattu.

Untuk anda yang pernah bergulat dengan Covid-19, baik sebagai pasien, keluarga pasien, tetangga pasien, tenaga medis, relawan/satgas, peneliti, atau apa pun, buku ini sangat layak anda baca. Isi buku ini komplet, berupa catatan penulis sebagai penyintas, kajian penulis sebagai intelektual/dosen, dan refleksi penulis sebagai pendeta dan tokoh lintas agama.

Jika Pakde Koko Copywriter Agung, Siapakah Parto Ekrak?

Pakde Koko (pegang HP) bersama beberapa Kagama Jogja di Ndalem Mangunsudiran, 8 Februari 2019. (foto: Albert Pratama)

Pakde Koko (pegang HP) cerita topik “Makanyaaaa!” di tengah beberapa Kagama Jogja di Ndalem Mangunsudiran, 8 Februari 2019. (foto: Albert Pratama)

Berkat tulisan orang kenal, bahkan merasa dekat dan akrab. Saat ajal, orang kehilangan, kemudian lebih-lebih rindu tulisannya.

Pakde Koko meninggal pada Hari Minggu, 1 Agustus 2021. Taburan doa dan ucapan duka sontak membuncah di tengah Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada), menyatakan kehilangan atas berpulangnya alumni Fakultas Psikologi angkatan 1981 tersebut.

Apa arti “bagus” ketika aku mengomentari tulisanmu?

Tulisan mencerminkan isi kepala penulis. Cek tulisan, cek isi kepala penulis.

Tulisan mencerminkan isi kepala penulis. Cek tulisan, cek isi kepala penulis.

Mau tahu, jika saya berkomentar “bagus” terhadap suatu tulisan artinya apa?

Sebelum menjawab pertanyaan itu saya mau cerita.

Sebagai penulis dan pelatih penulis, saya kerap mendapatkan pertanyaan, “Mas, tulisan saya dinilai ya.” Saya selalu jawab, “Ya!” Apakah saya kemudian lekas menilai? Tunggu dulu.

Menilai diri membebaskan batas

Senang mengajar tak serta-merta membikin saya senang menilai. Betah mengajar seharian namun gundah ketika sejam saja duduk sebagai juri memilih karya orang lain; atau sebagai guru membubuhkan nilai.

Bukan soal menilai itu tidak penting. Saya yang merasa tidak sreg menilai; juga tak memiliki bekal memadai bagaimana menilai secara profesional dan adil. Lebih hepi melatih banyak orang lebih cakap menulis daripada menyingkirkan potensi-potensi penulis demi memilih satu-dua yang memenuhi kualifikasi tertentu.

Akhir Batas, Inikah Berkah Covid-19?

Pandemi covid-19 membatasi pergerakan namun tak boleh membatasi kreativitas. Teknologi digital solusi belajar jarak jauh.

Pandemi covid-19 membatasi pergerakan namun tak boleh membatasi kreativitas. Teknologi digital solusi belajar jarak jauh.

Undangan menjadi fasilitator ekskul “creative writing” dari SMAK Penabur Bandar Lampung saya sambut dengan antusias. Bukan karena siap, melainkan karena tertantang untuk beradaptasi dengan kebiasaan belajar-mengajar jarak jauh.

Bukan. Saya tidak jadi guru yang menerangkan teori menulis. Saya tidak jadi mentor yang mencontohkan pengalaman menulis saya. Saya pun tidak jadi trainer yang melatih kecakapan menulis.