Blog

Untung Mumpung

Saat ini sedang beredar buku Pemimpin Berkaki Rakyat karya Ibnu Subiyanto (Galangpress, 2014). Bersampul merah darah, buku bersubjudul Membangun Partai Berbasis Kader tersebut memajang besar-besar foto Jokowi di sampulnya.

Sepintas, orang bisa menyangka bahwa buku itu merupakan biografi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Wajar saja, tampilan penyuka baju putih lengan panjang digulung itu begitu mencolok. Kalau pun bukan biografi, orang setidaknya menduga bahwa isi buku tersebut mengupas tentang sepak terjang Jokowi dalam aktivitas sebagaimana disinggung dalam judul.

Saya, sebagaimana sebagian dari anda, memilih di luar keduanya. Lewat tanda-tanda tidak adanya tulisan “biografi” atau subjudul “belajar dari Jokowi”, misalnya, saya yakin buku ini memang tidak terutama menampilkan sosok Jokowi. Lebih spesifik lagi, buku ini pasti bukan diterbitkan secara khusus sepersetujuan Jokowi. Foto Jokowi, dan cerita tentang pemikiran Jokowi di beberapa bagian di dalam buku, hanyalah strategi penulisan untuk memikat calon pembaca.

Konsultan Pencitraan

Justru karena dibicarakan, bahkan dicibir, peran pencitraan dalam penampilan seorang pemimpin tampak begitu penting. Berarti ada sesuatu di balik pembicaraan tersebut.

Beberapa tokoh yang kerap diserang dengan olok-olok pencitraan adalah SBY, DI, dan Jokowi. Sengaja tidak saya tuliskan nama panjang mereka karena inisial atau nama cekak itu sudah melekat pada citra mereka. Pengandaiannya jelas: publik tahu siapa yang dimaksud.

Yang teranyar, dalam beberapa hari ini, pencitraan SBY kembali jadi pembicaraan gara-gara TB Silalahi, mantan tim suksesnya, menguak kabar bahwa perlu mendatangkan ahli bahasa tubuh dari Inggris untuk menata penampilan sang calon presiden waktu itu. Buahnya, sampai saat ini kita menjumpai SBY sebagai sosok yang tampak berwibawa, dengan gerak tangan yang teratur, senyum yang terjaga, dan tuturan yang terkontrol. Faktanya, publik negeri ini menerima polesan tersebut.