Blog

Mengapa Saya Tak Marah Dikambinghitamkan?

Tak Marah Jadi Kambing HiSejatinya, saya enggan menuliskan ini. Namun baiklah, saya tuliskan juga. Dan setelah saya timbang-timbang dari sisi mana saya menulisnya, inilah yang keputusan saya:

Waktu itu hujan rintik-rintik… *halah*

Terdengar kabar, akan ada peluncuran dbbc.space. Peluncuran diagendakan di sela seminar “Menjadi Pengusaha Tangguh” yang diadakan oleh DBBC (De Britto Business Community, 27 Februari 2016. DBBC, seperti namanya, adalah komunitas alumni SMA Kolese de Britto yang berkecimpung sebagai pengusaha, atau lagi pengen jadi pengusaha, lagi gundah antara jadi pengusaha atau tetap jadi karyawan, atau sedang berusaha punya komunitas.

Berani Berjarak dengan Diri Sendiri

Berani Berjarak dari Diri Sendiri

Bertemu Romo Bagyo SJ, 10 Februari 2015

Menilai diri sendiri, ternyata, tak lebih mudah dibandingkan menilai orang lain.

Siang itu pulang sekolah. Berjalan dengan kruk penyangga, saya menuju ke pastoran. Sesuai janji, saya hendak menghadap Rektor Kolese de Britto, Romo Y Subagyo SJ, untuk menempuh ujian susulan. Dua bulan saya mangkir dari sekolah gara-gara tersungkur di jalan raya, terbaring di rumah sakit, dan menjalani pemulihan kaki yang patah di rumah.

Itu Januari 1994. Minggu-minggu awal saya tempuh untuk melunasi ujian semester ganjil yang bolong. Juga ulangan harian yang nihil nilai. Berkat bantuan Pak Kristanto, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, saya diizinkan untuk menempuh ujian susulan. Kepada setiap guru mata pelajaran, saya harus menghadap sendiri untuk meminta waktu menempuh ujian susulan tersebut. Salah satunya menghadap Romo Bagyo—begitu kami memanggil beliau—untuk menempuh ujian “agama katolik”.

Pensiunan Hore

Tak sengaja ketemu Pak Bernadus Widiyanto di peturasan ruang tunggu Bandara Adisucipto Yogyakarta, semalam. Mak jegagik! Kami sama-sama […]

Kelola Pengetahuan

IMG_20160619_210011Pagi ini saya ada pekerjaan di Semarang. Sebuah BUMN meminta saya meng-capture sosok dan kinerja seorang karyawan. Sebentar lagi karyawan itu pensiun. Ilmu berharganya perlu diturunkan kepada pengganti-penggantinya dalam rupa buku.

Mengingat Mas Handoko Wignjowargo sedang kesripahan adik kandungnya, Mas Yoyok, saya berangkat lebih awal supaya bisa melayat. Dan semalam saya tiba di rumah duka Tiong Hoa Ie Wan ketika acara hari itu sudah selesai. Tamu sedang makan malam, dan satu per satu pulang.

Beruntung saya datang malam. Bisa ngobrol panjang dengan Mas Han. Walau sedang berduka, Mas Han tak larut dalam obrolan seputar kematian. Kakak kelas 13 tahun di atas saya di SMA Kolese De Britto ini tak pernah kehabisan cerita. Ada saja kisah seru yang menjadikan obrolan semakin hangat dan seru. Di rumah duka ia pun berbagi suka.

Uji Kebebasan

Terbiasa bebas, bagaimana ketika serba teratur? Potret siswa Kolese de Britto yang ikuti latihan kepanduan.

Siang sedang sangat terik, Kamis (16/10). Matahari sangat total membagi panasnya. 35 derajat Celcius, rekam alat pencatat suhu udara. Jogja sedang dipanggang gerah. Sudah beberapa hari sampai-sampai mereka yang mengeluh pun tak dipedulikan. Langit bolong.

Di atas aspal kompleks markas tentara, 243 lelaki ABG duduk berhadap-hadapan membentuk barisan memanjang sekira 80 meter. Sebagian menutupi kepala dengan topi supaya wajah mereka tak terbakar. Sia-sia, kulit mereka tetap melegam.

Usai antri mengambil nasi, sayur, lauk, dan segelas plastik teh, mereka siap bersantap. Tunggu aba-aba “berdoa selesai” dari ketua kelompok, rampak mereka bersahut, “Makannnn!” Lahap, cepat, dan habis. Tak ada butir nasi yang tersisa. Lauk pun tandas, kecuali tulang. Air di gelas asat hingga tetes terakhir.